
Saat kelas 3 SMA, kami harus sudah mulai menentukan jurusan apa yang akan kami ambil dan perguruan tinggi mana. Sepertinya hampir seluruh siswa juga berantusias mencari informasi ini itu, mendaftar PMDK, dan lain sebagainya. Lain hal nya dengan saya. Jurusan memang sudah ditentukan, tapi semua itu hanyalah formalitas sebagai siswa kelas 3 SMA. Apa yang saya lakukan pun hanyalah mengikuti arus teman-teman (hehe). Pokonya kelihatan gak niat banget deh.
Untuk persiapan ujian akhir dan pendaftaran perguruan tinggi, saya dan teman SD saya mendaftar les di tempat yang sama, program dan kelas yang kami ambil pun sama. Bagaimana tidak, berangkat dan pulang sekolah pun selalu bersama. Mungkin karena sudah sering bersama, urusan mendaftar sekolah pun bersama-sama dan jurusan yang sama. Yang sedikit membedakan adalah alternatif pilihan jurusan. Kalau saya dari dulu hanyalah satu pilihan, yaitu Kedokteran, karena saya memang bercita-cita menjadi seorang dokter untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Sedangkan teman saya meimiliki lebih banyak alternatif selain di Kedokteran, seperti kesehatan masyarakat, gizi, dan Farmasi. Nah, dari situlah saya mulai memiliki pertimbangan lain.
Pendafaran pertama adalah UM-UGM. Jujur saja, waktu itu memang ada keinginan untuk masuk kesana karena ingin menyusul kakak di Jogja. Tapi itu hanyalah keinginan yang dangkal. Niat pun belum begitu bulat dan belajar pun belum terfokus. Nilai try out di tempat bimbel saja masih belum memenuhi syarat. Tapi, anggap saja yang ini adalah ujian percobaan alias coba-coba. Mengukur kemampuan saya, disini saya tidak memilih prodi Pendidikan dokter, melainkan Farmasi dan Gizi. Namun, ternyata saya salah strategi karena kedua pilihan saya itu adalah pilihan favorit dan penempatan urutan pun terbalik. Ditambah lagi saat itu kondisi tidak fit, belajar pun asal-asalan, alhasil tidak lolos UM. Begitu pula dengan teman saya. Tapi entah mengapa, kami merasa biasa-biasa saja, tidak ada perasaan sedih.
Selanjutny adalah UM UNDIP. Lagi-lagi saya coba-coba ikut lagi dengan asumsi “hitung-hitung latihan, lah,,”. Perlu diakui saya mendaftar dengan terlalu percaya diri, mengisi formulir yang 0 rupiah. Kali ini pilihan saya (coba-coba) adalah kedokteran. Saya pikir persiapannya sama sekali tidak matang, pantas saja, hasilnya pun nihil. Teman saya pun bernasib sama dengan saya.


SNMPTN, inilah pertarungan sesungguhnya karena pesertanya jauh lebih banyak dari UM-UM sebelumnya. Semangat saya semakin berkobar dan saya berusaha sekuat tenaga. Di sini saya memilih pendidikan dokter di urutan pertama dan teknik industry pada urutan selanjutnya. Saat mengerjakan ujian, benar-benar merasakan kelancaran yang luar biasa yang membuat saya optimis diterima. Namun, ternyata banyak sekali yang memilih FK UNS, cukup menciutkan nyali. Saya hanya berpasrah kepada Allah mengenai hasilnya, toh ikhtiar sudah saya lakukan.

Mungkin begitulah kisah perjalanan dalam mencari perguruan tinggi yang begitu panjang. Namun happy ending ^.^
Entah, mungkin karena takdir, saya dan teman saya dipertemukan lagi dalam satu fakultas, walaupun tidak satu angkatan. Dia mengikuti SNMPTN tahun berikutnya, mungkin ingin mengikuti hati nuraninya, haha. Benar-benar teman seperjuangan. Welcome Back my friend,, ^.^
hehe, genah yo bisa nulis panjang nok vit.
BalasHapusbagus juga ni ceritanya...
pas banYak yang harus diceritakan sih, Vi',, ehehehe dan lagi daPet inspirasi,,
BalasHapusakhIrnya salah satu tokoh dari cerita itu koMen juGa,, ihhhihi,,
makasih motivasinya ya, avi,, ^.^